Senin, 24 Agustus 2009

Selamat Berpuasa....

Perkataan yang indah adalah "Allah"
Lagu yang merdu adalah "Adzan"
Bacaan yang terbaik adalah "Al-Quran"
Senam yang sehat adalah "Sholat"
Diet yang sempurna adalah "Puasa"
Kebersihan yang menyegarkan adalah "Wudhu"
Perjalanan yang indah adalah "Haji"
Hayalan yang baik adalah ingat dosa dan taubat...

Selamat menunaikan ibadah puasa di bulan suci 1430H
Mohon maaf lahir dan batin

Tofik dan keluarga besar..

Selasa, 18 Agustus 2009

PHBS, WUJUD AWAL BANGSA SEHAT

Menerapkan Pelaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan langkah ampuh untuk menangkal penyakit. Tidak hanya itu, beberapa pakar juga berpendapat bahwa penerapan konsep PHBS juga mampu membebaskan pemerintah dari masalah kesehatan dan ekonomi kesehatan. Sayangnya dalam praktiknya, penerapan PHBS yang kesannya sederhana tidak selalu mudah dilakukan. Terutama bagi mereka yang tidak terbiasa. Dalam hal ini, pendidikan dari keluarga sangat dibutuhkan.

Konsep PHBS memang sederhana. PHBS merupakan kunci terbentuknya bangsa yang sehat, yang dimulai dari keluarga sehat. PHBS mencakup pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri. Di antaranya meliputi kebiasaan mandi, keramas dan gosok gigi secara benar dan teratur, konsumsi makanan bergizi seimbang serta istrahat teratur. Selain itu, PHBS mencakup pemeliharaan kebersihan rumah dan lingkungan sekitar. Hal itu ditegaskan oleh Effi Mardianto, Ketua Umum Tm Penggerak PKK Pusat dalam seminar Peluncuran Petisi Nasional Keluarga Sehat untuk Indonesia Sehat oleh salah satu produk sabun bekerja sama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Pusat, Lembaga Swadaya Masyarakat Spektra Surabaya dan beberapa keluarga.

Peran Penting Keluarga
Dalam Penerapan PHBS ditegskan oleh Effi bahwa pendidikan dalam keluarga memegang peranan penting, terutama pendidikan orang tua kepada anak-anaknya. Hal itu mengingat sebagian besar kebiasaan merupakan pola perilaku yang terbentuk sejak masa kanak-kanak.
Selain memberi teladan, orang tua juga harus mengajarkan konsep PHBS serta memastikan anak-anak menerapkannya. Hal yang tidak kalah penting adalah, orang tua juga harus menyediakan sarana yang memunginkan PHBS dapat diterapkan oleh seluruh anggota keluarga. Untuk keperluan mandi dan cuci tangan misalnya, ketersediaan air bersih dan sabun mutlak diperlukan.


Minimnya Fasilitas
Salah satu kebiasaan yang tercakup dalam PHBS adalah cuci tangan. Meskipun terkesan sepele, cuci tangan memiliki manfaat besar. Sayangnya, Hadi Supeno, Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI) mengatakan bahwa PHBS masih sangat minim diterapkan oleh masyarakat.

Dr. Hendrawan Nadesul, seorang praktisi kesehatan juga mengatakan bahwa rendahnya kesadaran tentang cuci tangan tampak dari jarangnya disediakan tempat khusus cuci tangan di tempat-tempat umum seperti sekolah, kantor dantempat strategis lainnya. Padahal, ditegaskannya setidaknya ada 20 jenis penyakit yang bisa dicegah hanya dengan membisakan diri mencuci tangan secara benar. “Penyakit-penyakit yang bisa dicegah dengan cuci tangan antara lain : diare, tifus, cacingan, influenza, batuk, penyakit kulit, juga flu burung,” jelas Dr. hendrwan dalam lokakarya tentang manfaat cuci tangan untuk kesehatan tubuh di Jakarta beberapa waktu lalu. Menurutnya, cuci tangan menjadi cara efektif mencegah penularan penyakit yang disebabkan oleh kuman yang menempel di tangan yang menjadi salah satu mata rantai penularan penyakit.

Mencegah Lebih Baik dari Mengobati
Penerapan PHBS dikatakan oleh Supeno memerlukan kerjasama semua lini, baik dari masyarakat, swasta, pemerintah dan juga LSM. Hal itu diegaskan karena kesehatan sangat kompleks masalah dan unsur – unsurnya. Bahkan konsep PHBS khususnya cuci tangan juga harus dimasukkanalam kurikulum pendidikan. Namun disayangkannya hal itu belum terealisasi pada kurikulum pendidikan kita. Bahkan, pemerintah dkatakan Supeno masih belum taktis dalam menanggapi masalah keehatan Indonesia.
“Pemerintah terlalu focus terhadap aspek kuratif dengan mengabaikan aspek preventif,” katanya. Dr. Hendrawan juga mengakui, konsep PHBS di Indonesia dari awal memang tidak terbentukdi masyarakat sehingga saat ini pemerintah disibukkan dengan masalah kesehatan dan ekonomi keehatan yang muncul.
Tidak hanya itu, Dr. Hendrawan juga berpendpt bahwa penanganan masalah kesehatan di Indonesia juga akan teratasi tanpa memakan banyak dana jika dimulai dari hulu, maksudnya mulai dari lapisan masyarakat bawah. “Dana untuk bantuan ksehatan kesehatan yang dikeluarkan pemerintah akan memakan biaya lebih banyak daripada biaya untuk mensosialisaikan cuci tangan,” tandasnya. Dengan membentuk kemitraan dari berbagai lini, Dr. Hendrawan yakin masalah kesehatan bangsa Indonesia akan tearatasi lebih efektif.

(Sumber : Majalah Dokter Kita, Edisi 8, THN IV, Agustus 2009 hal. 98)

Selasa, 19 Mei 2009

KONTROVERSI TERAPI HERBAL PADA TERAPI KANKER

Menurut Dr. Henry Naland, Sp. B(K) Onk. pada Simposium Perhimpunan Ahli Bedah (PERABOI) PIT XVIII di Hotel Lor In Solo 30 Oktober 2008 topic ini cukup unik, menarik, mengundang antusiasme serta pendapat pro dan kontra di antara peserta. Sebenarnya Kedokteran Timur / Tradisional telah ada jauh sebelum Kedokteran Modern. WHO sendiri mendukung pengembangan obat tradisional, sebab di Negara miskin dan berkembang, hingga 80 % penduduknya menggunakan obat tradisional. Di Indonesia, jamu merupakan bentuk pengobatan tradisional yang paling popular dan asih luas digunakan masyarakat untuk mendaptkan dan mempertahankan kesehatan. Ilmu pengobatan tradisional di Indonesia cukup mendapatkan dukungan pemerintah dengan diakuinya PDPKT tahun 2003, Permenkes RI No. 1009/2007 tentang pengobatan alternative komplementer dan adanya Standar Pelayanan Medik Herbal.
Masalah pada pengobatan tradisional ini adalah tidak adanya pengakuan resmi dan minimnya data / studi tentang keamanan dan efektifitas, karena umunya berupa testimonial / kesaksian. Selain itu, pengobatan timur jarang dipublikasikan atau dikenal dengan istilah “eastern secrets”. Obat herbal umumnya terdiri dari berbagai jenis herbal dan terdiri dari bermacam-macam zat aktif. Kerugiannya adalah tidak adanya standar tanaman herbal, dan konsentrasi zat aktif tergantung dari tempat tanaman herbal tersebut tumbuh. Belum lagi adanya kontaminasi logam maupun zat kimia lain (seperti pestisida).
Kalangan dokter sendiri terbagi menjadi 3 kelompok menurut pendapatnya dalam menggunakan herbal, yaitu kelompok yang menentang, skeptis dan mendukung. Disimpulkan bahwa herbal seyogyanya dapat menjadi suatu terapi komplementer (pelengkap) dan bukan terapi alternative (pengganti) bagi pasien kanker.
(Sumber : Majalah Cermin Dunia Kedokteran, 167/vol.36 no.1/Januari-Februari 2009) hal 61)

Minggu, 03 Mei 2009

Mana yaaa??? Kok sepi lagi.......

Ibarat buah, blogging juga punya musim. Kalau sudah lewat musimnya, ya sepi.... Seolah ide menthok untuk sekedar nulis sesuatu.
So...apakah blog FK UMY ini juga akan terus ada atau tidak...
the Decision is on You!!

Senin, 23 Maret 2009

Pengalaman waktu PTT di Kalsel

Aku mau cerita pengalamanku wkt PTT di Kalsel dulu. Aku berangkat ke Kalsel tanggal 18 Mei 2005, bareng adik kelasku Yeni Kusuma Dewi Angk 96 dan Rini Kusumo Angk 95. Ini kali pertama aku menginjakkan kaki di tempat yg jauh dari keluarga dan naik pesawat untuk pertama kalinya. Wah, yang jelas deg2an banget lah... Ngebayangin gimana kondisi di sana nanti, gimana makanannya, deket ama hutan apa nggak, ada binatang buasnya apa nggak ? Hiiii..... aku agak takut juga waktu itu. Aku ditempatkan di Kabupaten Tapin yang beribukota di Rantau. Waktu Dinkes Propinsi nanyain mau ditempatkan di Kandangan, Barabai, Tanjung apa Amuntai, aku nggak bisa jawab. Aku cuman bilang pokoknya yg deket ama Bandara Samsudin Noor biar gampang kalau mau pulang ke Jawa, hehehehehe.........:). Akhirnya aku ditempatkan di Kabupaten Tapin. Lokasi PTTku kira-kira 3,5 jam dari Banjarmasin ibukota Propinsi. Kalau Puskesmasku kira-kira 1 jam dari Rantau Ibukota Kabupaten. Kalau disana jarak segitu mah.... jauuuuuuh gitu. Soalnya jalanan Propinsinya yang masih sepi kaya jalan kecamatan dan jalan kecamatannya sepi kaya' jalan desa. Puskesmasku termasuk kriteria sangat terpencil. Kondisi alamnya waaaaahhhh...... jauh banget deh dari kondisi alam di Jawa sini. Puskesmasku terletak di Tepi Sungai Tapin, yg masih merupakan anaknya sungai negara yang juga anak sungai dari sungai Barito. Wah cucunya sungai Barito doonk jadinya.. Berhubung di tepi sungai ya otomatis transportasi masyarakatnya sebagian masih naik jukung (perahu kecil) atau naik kelotok (sampan yg mesinnya bunyi otok-otok-otok). Jadi kalau aku Pusling ya otomatis naik kelotok itu lah..... Tapi aku senang karena itung2 wisata gratis naik perahu hehehehe.....:) Bahkan kalau lama nggak naik kelotok kdang2 aku kangen juga dan nanyain ke staff Puskesmasku kapan kita wisata air lagi ? Sedangkan kondisi rumah dinasnya cukup memprihatinkan untuk rumah seorang dokter. Yaaaa mirip di film2 Indonesia era tahun 80an itu lho... Rumah tua, di atas tiang, bercat putih kusam, dindingnya bolong2, atapnya bocor2 dan banyak rumput2 merambat di sana sini. (Alhamdulillah skrg udah direhab jadi udah nggak serem2 amat penampilannya). Di kiri dan kanan rumahku terdapat rumah para staff Puskesmas. Puskesmasnya sendiri sebenarnya bangunan baru, yahh nggak kalah deh ama Puskesmas2 di Jawa. Cuma yg bikin agak asing tuh ya suasana kampungnya beda banget ama di Jawa. Aku tinggal di Kecamatan Candi Laras Selatan, atau yg lebih populer disebut Margasari. Margasari dikenal karena industri kecil anyam2an kopiah jangang dan anyaman2 serat enceng gondoknya. Kondisi sosial ekonomi masyarakatnya kebanyakan menengah ke bawah. Mereka mata pencahariannya bertani, mencari ikan, bekerja di tambang batubara dan sekarang ada yg bekerja jadi buruh tanam di perusahaan Kelapa Sawit. Kondisi perumahan di sana cukup memprihatinkan. Rumah kebanyakan berdiri di atas tiang, sanitasi masyarakat sangat memprihatinkan. Segala macam aktivitas dilakukan di atas sungai, mulai mandi, mencuci pakaian, mencuci beras dan sayuran, BAB dan BAK, pokoknya lengkaplah..... (bersambung lagi kapan2). Penasaran khann?